Oleh: Hilman Dwi Himawan

Universitas Gadjah Mada

Sejak diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia oleh Bung Karno dan Bung Hatta, pendidikan Bangsa Indonesia mengalami banyak sekali dinamika. Hal tersebut bisa dilihat dengan beberapa kali berubahnya kurikulum pendidikan, berubahnya nama satuan pendidikan, dan sebagainya. Terlebih dengan terjadinya pandemi Covid-19 yang baru saja melanda, pendidikan Indonesia nyatanya mengalami berbagai tantangan. Di antaranya adalah kurang meratanya sarana dan prasarana pendidikan, kurangnya kompetensi teknologi guru, dan sebagainya.

Dengan adanya berbagai dinamika dalam pendidikan bangsa sudah seharusnya seluruh masyarakat Indonesia terutama generasi milenial ikut dalam memajukan pendidikan bangsa. Hal tersebut tidak lain adalah untuk memaknai kemerdekaan bangsa Indonesia. Dengan demikian, kemerdekaan bangsa Indonesia yang diperingati bukan hanya sebatas seremonial semata melainkan juga perlu dijadikan sebagai tonggak perjuangan untuk memajukan pendidikan bangsa. Terdapat beberapa cara yang bisa diterapkan oleh generasi milenial untuk memajukan pendidikan Indonesia. Salah satunya adalah Gerakan 3 M. Gerakan tersebut memiliki akronim, yaitu mengedukasi, memfasilitasi, dan menginovasi.

Upaya pertama yang perlu dilakukan oleh generasi milenial dalam Gerakan 3 M adalah mengedukasi. Upaya ini memiliki maksud bahwa generasi milenial perlu memberikan layanan pendidikan kepada para siswa. Bentuk layanan pendidikan ini di antaranya adalah memberikan materi tambahan kepada siswa. Hal ini perlu dilakukan karena tidak menutup kemungkinan jika materi pembelajaran yang disampaikan guru di kelas masih perlu diperdalam. Dengan demikian, adanya pemberian materi tambahan kepada siswa diharapkan mampu menjadikan pemahaman siswa semakin mendalam.

Bentuk edukasi selanjutnya yang bisa diberikan adalah membantu siswa yang mengalami kesulitan dengan pembelajaran. Kesulitan di sini bisa berupa kesulitan dalam memahami materi pembelajaran atau dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Hal tersebut bisa dilihat dari temuan Lembaga Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang menyatakan bahwa terdapat sebanyak 92% siswa dan mahasiswa di Indonesia yang mengalami kendala sepanjang penerapan pembelajaran jarak jauh dengan salah satu kendalanya adalah materi pembelajaran yang sulit dipahami (Iswinarno & Aranditio, 2020). Meskipun penelitian tersebut dilakukan dalam konteks pembelajaran jarak jauh tidak menutup kemungkinan siswa yang mengalami pembelajaran tatap muka juga kesulitan dalam memahami materi atau mengerjakan tugas. Dengan demikian, di sinilah diperlukannya peran generasi milenial untuk membantu mereka.

Bentuk edukasi terakhir yang bisa diberikan oleh generasi milenial adalah memberikan konseling pendidikan. Di mana konseling pendidikan nantinya bisa ditujukan untuk memberikan motivasi kepada pembelajar agar terus semangat dalam belajar. Sebuah survei menyebutkan bahwa 19,3% remaja dan 14, 4% dewasa muda kecanduan internet (jayani Indonesia, 2021). Temuan survei tersebut menunjukkan bahwa rupanya kemajuan teknologi dan informasi yang sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk pembelajaran justru dilakukan untuk hal lainnya seperti melakukan gim, bermain media sosial, dan sebagainya. Dengan demikian, generasi milenial perlu memberikan contoh kepada para pembelajar agar bisa menggunakan internet secara bijak terutama untuk mendukung kesuksesan dalam pembelajaran. Selain itu, konseling pendidikan juga diwujudkan dengan memberikan sosialisasi berkala kepada pembelajar. Sosialisasi tersebut bisa ditujukan untuk memberikan tips dan trik terkait dengan pembelajaran seperti cara belajar yang efektif dan efisien, tips memilih jurusan, cara meningkatkan motivasi belajar, dan sebagainya.

Upaya kedua yang perlu dilakukan oleh generasi milenial dalam Gerakan 3 M adalah memfasilitasi. Upaya ini penting dilakukan untuk memberikan fasilitas pendidikan sehingga para pembelajar bisa mengikuti pendidikan dengan baik. Berdasarkan Data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terdapat 40 persen sekolah yang belum teraliri internet (Putra, 2022). Selain itu, Data kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) juga menemukan bahwa terdapat sebanyak 31,8 persen siswa yang tidak mendapatkan akses internet dan Data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) juga mencatat terdapat sebanyak 12.548.desa yang belum terakses internet 4 G (Setyowati, 2020).

Berefleksi dari temuan tersebut, generasi milenial perlu memberikan bantuan fasilitas pendidikan seperti menyediakan layanan internet gratis dengan mengadakan wifi dan memberikan voucer kuota gratis untuk mendukung pendidikan. Namun, hal tersebut tetap perlu dipantau agar bantuan tersebut tidak disalahgunakan. Selanjutnya, Laporan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menunjukkan terdapat 75.303 siswa yang putus sekolah pada 2021 (Annur, 2022). Meskipun secara tren, jumlah siswa yang putus sekolah mengalami penurunan dalam enam tahun terakhir, angka putus sekolah siswa SD masih tergolong yang paling tinggi dalam tiga tahun berturut-turut. Temuan tersebut menunjukkan bahwa generasi milenial perlu ikut terlibat dalam memfasilitasi biaya pendidikan siswa. Tidak menutup kemungkinan adanya kendala ekonomi menjadikan siswa lebih memilih bekerja daripada melanjutkan pendidikannya. Adapun bentuk fasilitas tersebut bisa berupa bantuan biaya pendidikan bagi siswa secara berkala terutama bagi mereka yang berasal dari latar belakang perekonomian menengah ke bawah.

Bentuk fasilitas selanjutnya yang bisa diberikan oleh generasi milenial adalah memberikan sosialisasi mengenai beasiswa pendidikan. Upaya ini penting karena beberapa orang tua kadang-kadang tidak mengetahui informasi mengenai beasiswa pendidikan dari pemerintah. Dengan demikian, generasi milenial perlu memberikan sosialisasi beasiswa pendidikan kepada orang tua. Dengan harapan, orang tua bisa mengetahui beasiswa tersebut sehingga biaya pendidikan anaknya menjadi lebih ringan.

Upaya terakhir yang perlu dilakukan dalam Gerakan 3 M adalah menginovasi. Hal ini memiliki maksud bahwa generasi milenial perlu membuat suatu terobosan agar pembelajaran yang diselenggarakan semakin efektif dan efisien. Hal ini dilatarbelakangi salah satunya adalah dari faktor guru itu sendiri. Berdasarkan Data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudistek) terdapat sebanyak 60% guru yang penguasaan teknologi informasi dan komunikasi masih terbatas (Makdori, 2021). Dengan banyaknya guru yang masih gagap teknologi tentu menjadikan pembelajaran diselenggarakan secara konvensional. Dengan kata lain, pembelajaran tidak melibatkan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Alhasil proses pembelajaran yang ada pun menjadi kurang efektif dan efisien. Dengan demikian, generasi milenial yang sudah lekat dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi bisa memberikan pelatihan kepada guru. Diharapkan dengan adanya pelatihan tersebut bisa menjadikan guru semakin melek terhadap teknologi informasi dan komunikasi.

Bentuk menginovasi selanjutnya yang bisa dilakukan oleh generasi milenial adalah melakukan kajian riset. Sebagaimana kita ketahui bahwa proses pembelajaran bisa jadi kurang efektif dan efisien dikarenakan berbagai faktor. Menurut Surakhmad (1994) yang dikutip dalam buku Abdul Rahmat dalam Muslim (2015) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pembelajaran terdapat 5 hal, yaitu: penggunaan strategi dan metode pembelajaran, merancang materi pembelajaran, penggunaan media pembelajaran, evaluasi pembelajaran, dan gaya mengajar guru. Selain kelima faktor tersebut tentu masih dimungkinkan terdapat faktor-faktor lainnya yang berpengaruh terhadap efektivitas pembelajaran. Dengan demikian, generasi milenial perlu melakukan kajian riset untuk mengetahui hal tersebut. Hal ini perlu dilakukan oleh generasi milenial terutama ketika menjumpai sekolah yang proses pembelajarannya kurang efektif dan efisien seperti siswa yang sering membolos sekolah, adanya laporan siswa yang mencontek saat ujian hingga nilai siswa yang turun. Diharapkan dengan adanya kajian tersebut bisa menghadirkan solusi yang nantinya bisa menjadi masukan sekaligus pertimbangan bagi sekolah sehingga proses pembelajaran yang diselenggarakan menjadi lebih efektif dan efisien.

Bentuk menginovasi terakhir yang bisa diberikan oleh generasi milenial adalah menghadirkan platform literasi digital. Sebagaimana kita ketahui bahwa tingkat literasi siswa Indonesia masih sangat rendah. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Program for International Student Assesment (PISA) yang dirilis oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019 bahwa Indonesia menempati peringkat ke 62 dari 70 negara atau merupakan sepuluh negara terbawah yang memiliki tingkat literasi yang rendah (Ilham, 2022). Sementara UNESCO menyebutkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001 yang berarti bahwa dari 1000 orang Indonesia hanya terdapat 1 orang yang gemar membaca buku (Ilham, 2022). Hasil temuan tersebut sungguh memprihatinkan. Bagaimana tidak dengan adanya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang seharusnya menjadikan para pembelajar semakin semangat dalam melakukan literasi justru mereka malas dalam melakukan literasi. Dengan demikian, generasi milenial perlu mengatasi hal tersebut. Salah satunya adalah dengan menghadirkan platform literasi digital. Di mana platform tersebut bisa bersikan berbagai ebook. Ditambah dengan adanya gim dan fitur tanya jawab baik secara langsung maupun tidak langsung. Yang lebih terpenting lagi, platform literasi digital perlu dikembangkan secara gratis terutama untuk para pembelajar sehingga bisa diakses secara luas. Diharapkan dengan adanya platform literasi digital bisa mendorong para pembelajar agar lebih semangat dalam melakukan literasi.

Gerakan 3 M pada dasarnya memang sangat penting dilakukan oleh generasi milenial. Terlebih hasil sensus penduduk Indonesia pada 2020 menemukan bahwa jumlah generasi milenial mencapai sebanyak 25,87% atau 69,83 juta jiwa (Jayani, 2021). Dengan jumlah yang sangat banyak tersebut, generasi milenial bisa memaknai kemerdekaan Bangsa Indonesia dengan cara ikut serta dalam memajukan pendidikan bangsa dengan menerapkan Gerakan 3 M. Dengan adanya keterlibatan generasi milenial tersebut diharapkan nantinya bisa menjadikan pendidikan bangsa semakin maju sehingga akan berdampak positif bagi kemajuan bangsa.

Sejak diproklamasikannya kemerdekaan Bangsa Indonesia oleh Bung Karno dan Bung Hatta, pendidikan Bangsa Indonesia mengalami banyak sekali dinamika. Dengan adanya berbagai dinamika dalam pendidikan bangsa sudah seharusnya seluruh masyarakat Indonesia terutama generasi milenial ikut dalam memajukan pendidikan bangsa. Terdapat beberapa cara yang bisa diterapkan oleh generasi milenial untuk memajukan pendidikan Indonesia. Salah satunya adalah Gerakan 3 M. Upaya pertama yang perlu dilakukan oleh generasi milenial dalam Gerakan 3 M adalah mengedukasi dengan cara memberikan materi tambahan kepada siswa, membantu siswa yang kesulitan dengan pembelajaran, dan memberikan konseling pendidikan. Upaya kedua yang perlu dilakukan oleh generasi milenial dalam Gerakan 3 M adalah memfasilitasi dengan cara memberikan fasilitas pendidikan dan memberikan sosialisasi mengenai beasiswa pendidikan. Upaya terakhir yang perlu dilakukan oleh generasi milenial dalam Gerakan 3 M adalah menginovasi dengan cara memberikan pelatihan teknologi informasi dan komunikasi pada guru terutama guru yang belum menguasai teknologi informasi dan komunikasi, melakukan kajian riset, dan menghadirkan platform literasi digital. Gerakan 3 M pada dasarnya memang sangat penting dilakukan oleh generasi milenial terutama untuk memaknai kemerdekaan Bangsa Indonesia. Kondisi ini pada akhirnya diharapkan bisa menjadikan kemajuan bagi pendidikan bangsa sehingga akan berdampak positif bagi kemajuan bangsa.


DAFTAR PUSTAKA

Annur, C. M. (2022, Maret 16). Berapa Jumlah Anak Putus Sekolah di Indonesia? Katadata.co.id. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/03/16/berapa-jumlah-anak-putus-sekolah-di-indonesia.

CNN Indonesia. (2021, Oktober 2). Survei: 19,3 Persen Anak Indonesia Kecanduan Internet. https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20211002135419-255-702502/survei-193-persen-anak-indonesia-kecanduan-internet.

Ilham, B. U. (2022, Mei 16). Harbuknas 2022: Litearsi Indonesia Peringkat Ke-62 Dari 70 Negara. BisnisKUMKM. https://bisniskumkm.com/harbuknas-2022-literasi-indonesia-peringkat-ke-62-dari-70-negara/.

Iswinarno, C & Aranditio, S. (2020, Agustus 18). Survei SMRC; 92% Pelajar Indonesia Kesulitan Belajar Online. Suara.com. https://www.suara.com/news/2020/08/18/205211/survei-smrc-92-persen-pelajar-indonesia-kesulitan-belajar-online.

Jayani, D. H. (2021, Mei 24). Proporsi Populasi Generasi Z dan Milenial Terbesar di Indonesia. Katadata.co.id. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/05/24/proporsi-populasi-generasi-z-dan-milenial-terbesar-di-indonesia.

Makdori, Y. (2021, April 15). Kemendikbud Sebut 60% Guru Masih Terbatas Menguasai Teknologi Informasi. Liputan 6. https://www.liputan6.com/news/read/4533328/kemendikbud-sebut-60-persen-guru-masih-terbatas-menguasai-teknologi-informasi.

Muslim, B. (2015). Efektivitas Penggunaan Modul Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Upaya Pencapaian Hasil Belajar Siswa Kelas IX SMP Negeri 4 Kalasan. [Skripsi Sarjana, Universitas Negeri Yogyakarta]. Lumbung Pustaka UNY. https://eprints.uny.ac.id/22557/ .

Putra, I. P. (2022, Mei 6). 40% Sekolah di Indonesia Belum Terjangkau Akses Internet. Medcom.id. https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/gNQeWJVN-40-sekolah-di-indonesia-belum-terjangkau-akses-internet.

Setyowati, D. (2020, November 30). 31,8% Pelajar Tak Mendapat Akses Internet saat Pandemi Corona. Digital. https://katadata.co.id/desysetyowati/digital/5fc4d17fd05ca/31-8-pelajar-tak-mendapat-akses-internet-saat-pandemi-corona.


===============