Oleh: Muti’atul Chasanah 

Institut Ilmu Al Qur’an An Nur Bantul, Yogyakarta

Juara 2 Lomba Esai PPI Yaman 2022 Generasi Milenial dalam Memaknai Kemerdekaan

Kondisi lingkungan saat ini telah sampai pada tahap darurat. Kerusakan alam, krisis iklim, dan bencana ekologis menjadi isu global yang mengancam kehidupan umat manusia di seluruh penjuru dunia. Di antara isu besar yang paling mendasar adalah kondisi iklim bumi yang semakin tidak menentu. Mengenai hal ini, PBB melaporkan bahwa suhu bumi terus mengalami peningkatan, dengan rata-rata per tahun sekitar 1-1.5 derajat celcius. Panel antar pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) menyebutkan bahwa jika emisi global terus meningkat dengan kecepatan seperti saat ini, maka pemanasan global akan melewati batas 1,5 derajat celsius pada sekitar tahun 2040.1 Naiknya suhu ini cepat atau lambat akan berdampak pada munculnya bencana-bencana ekologis lainnya yang dapat berakibat buruk bagi bumi dan keberlangsungan hidup manusia.

Krisis lingkungan yang kian kompleks tentunya akan terus menjadi isu global apabila tidak segera diselesaikan. Sehingga, perlu adanya langkah perubahan nyata yang harus ditunjukkan agar segala problematika tersebut dapat diselesaikan hingga akar permasalahannya. Mengenai hal ini, Indonesia telah berkomitmen untuk mengadopsi Agenda Pembangunan 2030 dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) PBB tentang Pembangunan Berkelanjutan di New York, AS pada September 2015. Agenda pembangunan baru ini bertujuan untuk melanjutkan berbagai komitmen bersama, di antaranya untuk mengakhiri kemiskinan, kelaparan, dan mengurangi ketimpangan, serta mengatasi perubahan iklim dan menjaga lingkungan.

Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) terus menyiapkan peta jalan untuk mencapai target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) pada tahun 2045, tepat 100 tahun kemerdekaan Indonesia. Dalam hal ini, tema lingkungan menjadi sebuah tema sentral yang sangat menentukan terwujudnya cita-cita tersebut, dikarenakan isu lingkungan sendiri merupakan isu sentral yang akan menentukan arah dari kehidupan ekonomi, budaya, dan politik suatu bangsa.

Sayangnya, target Pembangunan Keberlanjutan yang dicanangkan oleh pemerintah Indonesia belum nampak menjadi fokus utama pada realitanya, terlebih dalam hal upaya penanganan isu lingkungan. Hal ini tergambar dalam pidato yang disampaikan Presiden Joko Widodo pada 16 Agustus 2022. Pada momentum menjelang HUT kemerdekaan tersebut, hal-hal yang disampaikan Presiden Jokowi justru masih jauh dari prinsip keberlanjutan.2 Presiden tidak secara spesifik membahas permasalahan lingkungan, padahal dalam waktu dekat Indonesia akan menjadi tuan rumah G20 yang berfokus pada transisi energi, sedangkan Indonesia sampai saat masih tergantung dengan penggunaan batu bara yang menjadi penyumbang terbesar krisis iklim.

Jika memperhatikan posisi geografis Indonesia dan kekayaan sumber daya alamnya, bukan suatu hal yang mustahil bahwa Indonesia Berkelanjutan bisa terwujud. Hanya saja, segala kebijakan dan target yang dicita-citakan tentu tidak akan tercapai begitu saja, melainkan perlu adanya sinergitas semua elemen bangsa. Maka, pada momentum 77 tahun kemerdekaan Indonesia, hendaknya menjadi refleksi bersama untuk bangkit dan pulih bersama membangun Indonesia yang merdeka di segala aspek. Bukan hanya dalam aspek pemerintahan saja, melainkan juga menyeluruh sampai pada isu sental lingkungan.

Dalam implementasinya, keberadaan generasi milenial mempunyai peran yang cukup besar dalam terciptanya target-target pembangunan Indonenesia. Terlebih, jika menengok fakta bahwa Indonesia ke depannya akan mengalami bonus demografi, dimana 52% penduduk akan didukung oleh penduduk berusia produktif yang akan mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Maka, dari sinilah perlu dibangun komitmen dan strategi dalam mewujudkan hal tersebut. generasi milenial sebagai pemeran utama, haruslah mempunyai kesadaran akan nilai-nilai kepedulian terhadap lingkungan. Kepedulian ini nantinya akan mendukung upaya untuk meningkatkan kualitas kehidupan yang berkelanjutan sekaligus menjaga keberlangsungan pelestarian bumi yang manfaatnya akan terus dirasakan hingga generasi-generasi mendatang.

Dinamika Krisis Lingkungan di Indonesia

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, terdapat 1.733 bencana alam yang terjadi di Indonesia, terhitung sejak 1 Januari hingga 6 Juni 2022.3 Bencana yang melanda selama hampir setengah tahun tersebut diantaranya meliputi banjir, cuaca ekstrem, tanah longsor, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), gempa bumi, gelombang pasang, dan kekeringan. Akibat bencana-bencana alam tersebut, telah banyak dampak kerugian yang ditimbulkan, mulai dari rusaknya puluhan ribu rumah dan fasilitas umum, hingga jutaan korban yang menderita dan bahkan tak dapat diselamatkan.

Maraknya bencana ekologi tentu bukan terjadi tanpa sebab. Bermula dari kondisi alam, pengaruh ulah manusia, hingga akhirnya menjadi problem lingkungan yang semakin kompleks. Mirisnya, perilaku umat manusia disini menjadi faktor yang dominan. Sebagai penghuni bumi, manusia justru betindak sewenang-wenang terhadap alam semesta yang mereka tinggali. Hal ini tergambar jelas dalam realitas pola perilaku manusia setiap harinya. Eksplorasi sumber daya alam seakan menjadi hal yang wajar. Belum lagi, pemanfaatan teknologi yang tidak ramah lingkungan, penggundulan hutan, pembunuhan satwa liar, hingga pencemaran alam sudah menjadi hal yang tidak asing dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Manusia dengan mudahnya mengusai alam dan memanfaatkankan semau mereka.

Keserakahan manusia dalam memeperlakukan alam dapat dilihat dari realitas krisis iklim yang terjadi saat ini. Terjadinya perubahan iklim salah satunya disebabkan oleh pemanasan global akibat peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (greenhouse gases) di atmosfer bumi. Kondisi ini merupakan dampak dari pembakaran atau penggunaan bahan bakar fosil (minyak, gas dan batu bara) oleh sektor industri, transportasi, kegiatan alih guna lahan (land use change) dan kegiatan penggundulan (deforestation).

Sebagai akibat dari adanya perubahan iklim yang terjadi di Indonesia, Asian Development Bank (ADB) memperkirakan bahwa Indonesia akan mengalami total kerugian 31, 44% pada periode 2040-2050 dan 77,93% untuk periode 2080-2099 relatif terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2010.4 Hal ini karena, sebagai salah satu negara penghasil emisi gas terbesar di dunia, perubahan iklim yang terjadi turut memengaruhi pola kehidupan yang ada di Indonesia. Salah satunya adalah menimbulkan perubahan pola hujan yang berakibat pada penururnan produksi pertanian, peningkatan risiko kebakaran hutan yang mengancam keberagaman hayati, kenaikan tinggi permukaan laut dan temperatur permukaan laut yang juga dapat berakibat pemutihan karang (coral bleaching), serta peningkatan frekuensi dan intensitas kejadian ekstrem, seperti kekeringan dan banjir.5

Meninjau Kebijakan Pemerintah dalam Upaya Mitigasi Lingkungan

Tidak dapat dipungkiri bahwa selama ini persoalan lingkungan belum begitu menjadi pokok perhatian dalam setiap kebijakan pemerintah. Apalagi, di saat krisis pandemi melanda, persoalan seperti perubahan iklim seolah terabaikan. Selama pandemi, tren perbaikan kualitas lingkungan dapat dikatakan tidak cukup baik. Walaupun sempat terjadi perbaikan kualitas udara akibat penerapan lockdown, tapi upaya pemulihan ekonomi membuat aktivitas masyarakat kembali seperti semula dan kerusakan lingkungan pun kembali seperti sediakala.6 Tantangan inilah yang kemudian harus dijawab oleh para pemangku kepentingan di negeri ini.

Beberapa retorika kebijakan dalam upaya mengatasi problematika krisis lingkungan sejatinya memang telah digaungkan oleh pemerintah. Diantaranya tertuang dalam 17 indikator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/Sustainable Development Goals (SDGs) dengan 6 tujuan diantaranya fokus dalam aspek lingkungan. 6 tujuan tersebut meliputi target SDGs 6 (Air Bersih dan Sanitasi Layak), SDGs 11 (Kotas dan Pemukiman Berkelanjutan), SDGs 12 (Konsumsi dan Produksi yang Bertanggungjawab), SDGs 13 (Penanganan Perubahan Iklim), SDGs 14 (Ekosistem Lautan), dan SDGs 15 (Ekosistem Daratan).

Merujuk kepada SDGs yang menjadi target pembangunan, Pemerintah Indonesia setidaknya telah menunjukkan beberapa ikhtiar dalam menyelamatkan lingkungan juga telah banyak diupayakan, baik secara formal maupuan informal. 3 hal diantaranya berfokus dalam menanggulangi perubahan iklim dan kerusakan lingkungan, yaitu meliputi pembentukan Rencana Aksi Nasional-Penurunan Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) dan Rencana Adaptasi Perubahan Iklim (RAN API), rencana umum energi nasional untuk menghasilkan setidaknya 23% energi terbarukan tahun 2025, hingga lahirnya PP NO. 57 tahun 2016 tentang Moratorium Pembukaan Lahan Gambut.7 Selain itu, banyak pula muncul komunitas-komunitas dan lembaga swadaya masyarakat yang bergerak aktif di bidang pelestarian lingkungan, seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Greenpeace Indonesia, Zero Waste Indonesia, dan masih banyak lagi.

Sayangnya, berbagai aturan, gerakan, dan kebijakan yang telah diterapkan dalam rangka mencapai target pembangunan berkelanjutan belum memberikan dampak yang signifikan. Dalam realitanya, ikhtiar yang telah dibangun belum mampu mengimbangi derasnya kerusakan lingkungan yang kian masif terjadi. Bahkan, bisa dikatakan bahwa upaya-upaya tersebut tidak berdampak sama sekali. Hal tersebut dapat terjadi karena upaya-upaya yang dilakukan tidak diimbangi dengan implementasi sikap peduli lingkungan dari dalam diri masyarakat secara keseluruhan. Minimnya aksi nyata dari pelaku kebijakan sendiri juga menjadikan aturan-aturan yang ada seakan menjadi instrumen belaka yang tidak terealisasi. Alhasil, hal tersebut akan menghambat tercapainya target pembangunan lingkungan yang telah dicita-citakan.

Aktualisasi Peran Milenial dalam Mewujudkan Indonesia Merdeka Lingkungan

Istilah millennials dikenalkan oleh dua pakar sejarah dan penulis Amerika, William Strauss dan Neil Howe dalam beberapa bukunya. Millennial generation atau generasi Y juga akrab disebut generation me atau echo boomers. Secara harfiah memang tidak ada demografi khusus dalam menentukan kelompok generasi yang satu ini. Namun, para pakar menggolongkannya berdasarkan tahun awal dan akhir. Penggolongan generasi Y terbentuk bagi mereka yang lahir pada 1980 - 1990, atau pada awal 2000.8

Jika melihat ramalan bahwa Indonesia ke depannya akan mengalami peristiwa bonus demografi dengan 52% penduduk berusia produktif, maka generasi Milenial disini menjadi agen utama yang terlibat. Kehadiran sosok generasi Milenial atau dalam istilahnya juga disebut sebagai Generasi Emas di masa mendatang, menjadi kunci penentu kesuksesan bangsa ini di masa mendatang, terlebih dalam upaya penanganan krisis lingkungan. Tentunya, generasi emas ini akan terbentuk apabila sumber daya manusia yang ada benar-benar dapat dikelola dan dimaksimalkan potensinya semaksimal mungkin.

Perlu menjadi perhatian bersama, bahwa persoalan lingkungan yang ada sekarang, tidak akan teratasi tanpa adanya tindakan. Sekiranya berbagai perubahan mendasar telah disadari sejak awal, tentu dunia tidak akan mengalami krisis global sedahsyat sekarang, seperti akselerasi perubahan iklim, pandemi covid-19, dan disrupsi ekonomi kolosal yang terjadi sekaligus.9 Untuk itu, generasi milenial sebagai generasi emas yang akan datang harus dapat memberikan peran dan kontribusi nyata dalam mengatasi persoalan yang ada, mengingat bahwa pemuda adalah garda terdepan yang akan menentukan nasib bangsa selanjutnya.

Dalam implementasinya, generasi milenial dapat menjadi aktor yang berperan aktif memberikan kontribusi positif dalam mewujudkan Sustainable Development Goals sebagaimana yang telah dicita-citakan, diantaranya melalui beberapa langkah sebagai berikut :

1. Berperan dalam upaya penyadaran masyarakat

Penyadaran masyarakat terhadap pentingnya kelestarian alam menjadi hal yang cukup penting, terlebih mengenai target-target pembangunan dalam upaya penanganan krisis lingkungan yang terjadi. Disini, generasi muda milenial mempunyai peran besar untuk berkontribusi baik melalui forum kemasyarakatan maupun dengan memanfaatkan teknologi melalui media massa dan media digital.

2. Mendorong penggunaan sumber energi yang terbarukan dan ramah lingkungan

Kontribusi generasi milenial sangat diperlukan dalam upaya pemanfaatan sumber energi terbarukan dan pengurangan energi fosil. Hal ini akan memberikan pengaruh yang sangat besar bagi pencapaian target sebagaimana yang ditetapkan pemerintah. Pada tahun 2025, peran Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia diharapkan dapat mencapai 23-25%. Kemudian, dari target tersebut diharapkan naik lagi menjadi 36% pada tahun 2050.10

3. Berperan dalam pengembangan dan pemanfaatan teknologi waste-to-energy

Waste-to-Energy adalah proses menghasilkan energi dalam bentuk panas atau listrik dari sampah.11 Hal ini dapat dilakukan sebagai upaya pendukung pelaksanaan program Energi Baru Terbarukan. Meskipun sumber daya yang digunakan dalam waste to energy tidak langsung murni dari alam, akan tetapi dengan langkah pemanfaatan limbah menjadi sumber energi baru (biomassa) akan sangat membantu dalam upaya mengurangi emisi gas karbon.

4. Berkontribusi dalam pengelolaan sampah dan penanganan pencemaran lingkungan

Sampah dan pencemaran lingkungan menjadi problem yang tidak terpecahkan solusinya hingga sekarang. Padahal keberadaan sampah tersebut dapat menimbulkan permasalahan lingkungan lainnya yang cukup kompleks. Kurangnya keseriusan pemerintah dan minimnya aksi nyata dari masyarakat tentunya berpengaruh pada keberlangsungan pembangunan lingkungan berkelanjutan. Untuk itu, generasi saat ini dan yang akan mendatang sudah seharusnya terlibat sekaligus menjadi pelopor dalam aktivitas penanganan masalah sampah, diantaranya dengan melakukan pemilahan dan pengolahan sampah (konsep Reduce, Reuse, Recycle/3R). Jika hal tersebut dapat diterapkan oleh semua kalangan masyarakat, maka nantinya akan memberi dampak positif, tidak hanya bagi kebersihan lingkungan, namun juga turut mengatasi problem linggkungan secara luas.

5. Memanfaatkan Sumber Daya Alam Sewajarnya dan Tidak Melakukan Eksploitasi

Pada hakikatnya alam telah memberikan kekayaan yang sangat melimpah bagi manusia. Akan tetapi, dengan kekayaan tersebut bukan berarti manusia diberi wewenang sebebas-bebasnya untuk mengambil apa saya yang dikehendakinya. Sebagai makhluk yang berakal dan berhati nurani manusia harus mampu menjaga keseimbangan alam dengan melestarikan dan melindungi apa yang menjadi potensi alam. Maka, dalam hal ini generasi milenial mempunyai tugas besar dalam menjaga kelestarian alam melalui pemeliharaan ekosistem baik di darat maupun di laut. Dengan memberikan kontribusi nyata dan penerapan kebijakan secara luas, maka akan memberikan keuntungan baik terhadap alam maupun manusia sendiri.

Perlahan tapi pasti, peran generasi milenial dalam upaya penanganan krisis lingkungan sangat diperlukan dari sekarang, mengingat bahwa agenda ini akan sangat menentukan nasib kehidupan bangsa Indonesia di masa depan. Melalui pengamalan 6 pilar lingkungan dalam Sustainable Development Goals (SDGs), generasi milenial sebagai harapan bangsa dapat berkontribusi dalam membangun Indonesia Berkelanjutan yang merdeka dari krisis lingkungan. Dengan pilar lingkungan tersebut, harapannya akan memberikan kontribusi besar dalam pencapaian tujuan pembangunan nasional yang mencakup berbagai dimensi mulai dari ekonomi, sosial, budaya, teknologi, dan politik. Di sisi lain, upaya ini penting dilakukan guna memenuhi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 28 H yang menyatakan bahwa negara harus menjamin kehidupan dan lingkungan yang layak bagi warga negaranya.


1  Lihat https://www.kompas.id/baca/opini/2021/11/11/darurat-iklim-dan-alarm-bagi-kemanusiaan, diakses pada 23 Agustus 2022 pukul 10.50 WIB.

2  Lihat https://www.greenpeace.org/indonesia/cerita/46575/77-tahun-kemerdekaan-saatnya-berjuang-melawan-krisis-iklim/, diakses pada 24 Agustus 2022 pukul 16.45 WIB.

3  Lihat https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/06/07/ada-1733-bencana-alam-di-indonesia-hingga-pertengahan-2022, diakses pada 24 Agustus 2022 pukul 14.35 WIB.

4  Hana Camelia & Zestadianna Adzel “Dinamika Perubahan Iklim di Indonesia dan Peran Pendidikan dalam Meningkatkan Kesadaran Masyarakat”, Indonesia Emas Berkelanjutan 2045, Kumpulan Pemikiran Pelajar Indonesia Sedunia 7, (Jakarta: LIPI Press, 2021), hlm. 98-99

5  Hana Camelia & Zestadianna Adzel “Dinamika Perubahan Iklim.., hlm. 98

6  Lihat https://www.greenpeace.org/indonesia/cerita/46575/77-tahun-kemerdekaan-saatnya-berjuang-melawan-krisis-iklim/, diakses pada 24 Agustus 2022 pukul 16.45 WIB.

7  Lihat https://www.unpad.ac.id/2017/02/pengendalian-kerusakan-lingkungan-perlu-upaya-sistematis-berkelanjutan-dan-masif/, diakses pada 24 Agustus 2022 pukul 06.43 WIB.

8  Lihat https://www.kominfo.go.id/content/detail/8566/mengenal-generasi-millennial/0/sorotan_media, diakses pada 24 Agustus 2022 pukul 07.23 WIB.

9  Sarwono Kusumaatmadja, Kata Pengantar, Indonesia Emas Berkelanjutan 2045, Kumpulan Pemikiran Pelajar Indonesia Sedunia 7, (Jakarta: LIPI Press, 2021), hlm xxii

10  Faisal, “Urgensi Pengaturan Pengembangan Energi Terbarukan sebagai Wujud Mendukung Ketahanan Energi Nasonal”, Jurnal Ensiklopediaku. Vol.3. No. 1. Februari 2021, hlm. 23

11  Lihat https://waste4change.com/blog/waste-to-energy-wte-indonesia/, diakses pada 25 Agustus 2022 pukul 09.00 WIB.


DAFTAR PUSTAKA

Camelia, Hana & Zestadianna Adzel “Dinamika Perubahan Iklim di Indonesia dan Peran Pendidikan dalam Meningkatkan Kesadaran Masyarakat”, Indonesia Emas Berkelanjutan 2045, Kumpulan Pemikiran Pelajar Indonesia Sedunia 7, (Jakarta: LIPI Press, 2021), hlm. 98-99

Faisal, (2021), “Urgensi Pengaturan Pengembangan Energi Terbarukan sebagai Wujud Mendukung Ketahanan Energi Nasonal”, Jurnal Ensiklopediaku. Vol.3. No. 1.

Kusumaatmadja, Sarwono, (2021), Kata Pengantar: Indonesia Emas Berkelanjutan 2045, Kumpulan Pemikiran Pelajar Indonesia Sedunia 7, Jakarta: LIPI Press.

https://www.kompas.id/baca/opini/2021/11/11/darurat-iklim-dan-alarm-bagi-kemanusiaan, diakses pada 23 Agustus 2022 pukul 10.50 WIB.

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/06/07/ada-1733-bencana-alam-di-indonesia-hingga-pertengahan-2022, diakses pada 23 Agustus 2022 pukul 14.35 WIB.

https://www.greenpeace.org/indonesia/cerita/46575/77-tahun-kemerdekaan-saatnya-berjuang-melawan-krisis-iklim/, diakses pada 24 Agustus 2022 pukul 16.45 WIB.

https://www.kominfo.go.id/content/detail/8566/mengenal-generasi-millennial/0/sorotan_media, diakses pada 24 Agustus 2022 pukul 07.23 WIB.

https://www.unpad.ac.id/2017/02/pengendalian-kerusakan-lingkungan-perlu-upaya-sistematis-berkelanjutan-dan-masif/, diakses pada 24 Agustus 2022 pukul 06.43 WIB.

https://waste4change.com/blog/waste-to-energy-wte-indonesia/, diakses pada 25 Agustus 2022 pukul 09.00 WIB.


===============