Oleh: Faisal Dzikri 

Universitas Imam Syafii, Mukalla 

Al-Habib As-Sayyid Al-Faqih Al-Murobbi Ad-Dai' Ilaallah Salim bin Abdullah bin Umar bin Ahmad Asy-Syatiri Ba'alawi Al-Huseiniy Al-Hadramiy Al-Tariimiy, sandaran utama keilmuan, maha guru, pembesar para sufi, berbudi pekerti luhur, berilmu tinggi, beliau ahli dalam seluruh bidang ilmu, baik itu ilmu dzhahir maupun batin.

Beliau dilahirkan di kota Tarim Hadramaut, Yaman pada tahun 1357 H, tumbuh besar dalam lingkungan yang salih dan baik, melazimi para maha guru dan memakai baju kesufian dari mereka hingga lulus dari jalan pendidikan sufi.

Julukan Asy-Syatiri berawal dari datuk pendahulunya, tokoh pertama yang menyandang julukan ini ialah Sayyid Alawi. Demikian itu lantaran dirinya telah membagikan separuh hartanya kepada Abu Bakar Al-Habsyi (saudaranya) sebagai bentuk kasih sayang.

Dalam kitab Taajul Arus, Imam Az-Zubaidiy memaklumatkan bahwa penisbatan Asy-Syatiri diberikan atas sifat kezuhudan yang dimiliki oleh para Salafussalih. Dalam bahasa Arab, Asy-Syatiri bermakna 'yang mendahului', dalam arti merekalah para pelopor yang telah bergergas mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Habib Salim Asy-Syatiri menimba ilmu kepada para ulama salih di zamannya, yang notabenenya adalah murid dari ayahandanya sendiri, Syaikhul Islam Habib Abdullah bin Umar Asy-Syatiri. Beliau telah berguru kepada 100 ulama lebih di berbagai disiplin ilmu, di antara gurunya yang termasyhur ialah, Sayyid Alawi bin Abdullah bin Syihabuddin, Sayyid Muhammad bin Salim bin Hafidz (As-Syahid), Sayyid Abdul Qodir bin Ahmad As-Segaf dll.

Murabbi (pendidik) beliau ialah Sayyid Alawi bin Abbas Al-Maliki (Ayahanda Sayyid Muhammad Al-Maliki). Habib Salim melazimi gurunya menempuh jalan mujahadah dalam ibadah, bagi Habib Salim, Sayyid Alawi merupakan figur rohaniwan mulia yang telah memberikan curahan ilmu zahir maupun batin. Selain melazimi ulama-ulama Hadramaut dan Haramain, Habib Salim juga sempat menimba ilmu falak kepada Syaikh Abdul Hamid dan Syaikh Muhammad bin Yasin Al-Fadani, yang keduanya itu berasal dari Indonesia.

Kawan seperjuangan Habib Salim yang berpartisipasi dalam berdakwah, baik itu di Tarim, Aden maupun di Mekkah Al-Mukarramah ialah Habib Zein bin Ibrahim bin Smith, Habib Ali Mashyur bin Salim bin Hafidzh (ketua majlis fatwa di Tarim), serta Sayyid Abdul Qadir Al-Jailaniy bin Salim Al-Khard.

Dalam keilmuannya beliau mendapat tingkatan yang tinggi, sehingga kebesaran beliau diakui oleh para ulama dan penguasa, beliau dicintai dan diterima oleh segala kalangan, dan beliau berhasil mengkader beberapa ulama besar dan memakaikan baju sufi untuk kalangan khusus dan umum. Ulama-ulama yang pernah menimba ilmu kepadanya ialah Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki, Sayyid Husein bin Muhammad Al-Haddar, Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidzh dll.

 

Cobaannya Dalam Berdakwah

Setelah menamatkan pembelajarannya di negeri Haramain selama 4 tahun, beliau kembali ke negeri kelahirannya, Hadramaut, Yaman pada tahun 1381 H untuk memberikan wejangan dan nasihat kepada kalangan masyarakat sekaligus menebarkan ilmu syariat.

Kedudukan beliau semakin meninggi di hadapan para ulama besar kala itu, hingga membuat kaum Syi'ah selaku penguasa pemerintah berupaya menghentikan dakwah Habib Salim dengan berbagai upaya dan usaha, namun sayang mereka tak menemukan cara formal untuk memberhentikan dakwah Habib Salim. Alhasil, kebiadaban kelompok Syi'ah pun semakin berkecamuk, mereka melancarkan gerakan intimidasi dan kriminalitas terhadap para murid beliau, mengancam mereka untuk membelakangi dakwah sang guru, serta mengimi-ngiminya dengan keselamatan nyawa mereka.

Tak henti sampai situ, nyawa Habib Salim pun ikut terancam akibat ulah kelompok Syi'ah. Peristiwa itu terjadi pasca salat Isya, ketika Habib Salim keluar dari masjid Aban di Aden, mendadak sebuah mobil melaju kencang dari belakang dan langsung menabraknya tanpa pandang bulu, seketika Habib Salim tersungkur jatuh ke tanah bercucuran darah, kejadian itu membuat orang-orang sekitar mengerumuninya dan kontan menolong Habib Salim. Dari kisah inilah, para salafussalih membuktikan keabsahan namanya (Salim) dengan diberikannya keselamatan oleh Allah swt.

Argumen yang mendorong kaum Syiah mencelakai Habib Salim ialah karena beliau telah mencerdaskan masyarakat terkait madzhab dan akidah Ahlu Sunnah, meninggalkan doktrin kerancuan fikiran yang ditanamkan Syi'ah jauh sebelum Habib Salim berdakwah. Sekembalinya Habib Salim ke Hadramaut pada tahun 1981 M, beliau dicekal oleh Syi'ah sesaat setelah mendarat di bandara Seiwun, lalu dijebloskan ke sel penjara pada hari Senin bulan Dzulhijjah 1981 M, dikurung dalam kurun waktu 9 bulan.

Sehabis dilepaskan, beliau akhirnya dialihkan ke penjara Al-Munawroh di Mukalla, lalu kembali dipenjarakan di sel Al-Fath di provinsi Aden. Menurut Habib Salim, hal ini merupakan cobaan lumrah yang biasa dihadapi oleh para pendahulunya. Pada hari Selasa 21 Ramadhan 1201 H, akhirnya beliau bebas secara formal dari pemerintah. Demikian itu tak luput dari peranan Sayyid Muhammad Abdu Rabbah Al-Junaidiy yang masuk ke dunia pemerintahan, beliau dikenal sebagai penengah antar kedua negara, yaitu Yaman Selatan dan Yaman Utara.

 

Kembali Hijrah ke Negeri Haramain

Pada tahun 1404 H beliau hijrah ke negeri Haramain untuk menunaikan ibadah haji serta menetap di Madinah Al-Munawwarah. Selagi di sana, beliau mendapat mandat dari Sayyid Umar bin Abdurrahman Al-Jufri selaku panutan para ulama sufi untuk dapat membangun sebuah rubat layaknya tempat kegiatan belajar mengajar, menghafal qur'an sekaligus sakan bagi para penimba ilmu. Habib Salim menerimanya dengan lapang hati, ikhlas semata-mata berharap keridhoan Allah dan Rasul-Nya, di sana beliau dibantu oleh Habib Zein bin Ibrahim bin Smith dalam mengasuh dan mengelola kegiatan rubat. Pengabdian Habib Salim terus berlanjut hingga 10 tahun lamanya.

 

Kepulangan Habib Salim ke Negeri Tercinta

Setelah negara Yaman kembali bersahabat, Habib Salim memutuskan untuk kembali  ke tanah kelahirannya, Hadramaut pada tahun 1990 M. Beliau mengunjungi kota Tarim guna menyebarkan dakwah Islam di sana dan menghidupkan lagi kegiatan Ribat Tarim yang telah lama ditudung sejak tahun 1400 H oleh kelompok Syi'ah selaku penguasa di Hadramaut.

Ribat Tarim kembali dibuka kembali pada tahun 1411 H, demikian itu atas kesungguhan Habib Salim yang bersikukuh untuk menebarkan cahaya Islam. Aktivitas di ribat kembali seperti semula, murid yang ikut menimba ilmu pun berdatangan dari berbagai penjuru negeri. Materi yang dipelajari di rubat cukup efisien ditambah metode penatarannya yang masih menegakkan sistem ulama salaf, yaitu talaqqi. Saat ini, Ribat Tarim telah melahirkan sekitar 12.000 ulama yang tersebar di dunia.

Selain mengelola Ribat Tarim, Habib Salim pun ikut mengajar di salah satu universitas ternama di Hadramaut, yaitu Uuniversitas Al-Ahgaff yang kebetulan terletak di kota Tarim. Kelimuan Habib Salim tak diragukan, beliau sangat menguasai disiplin ilmu fiqh Syafi'i, juga fiqh dari madzhab-madzhab lain. Penuturannya ketika mengajar sangat jelas, lugas, dan penuh hikmah.

Pengabdian Habib Salim terhadap ilmu bisa terlihat dari aktivitas dakwahnya yang beranjak dari satu negara ke negara lain guna mencerdaskan masyarakat dalam bersyariat, di antara negara yang telah disinggahinya ialah Haramain, Jazirah Arab, Indonesia, Malasyia, Singapura, Brunei Darussalam, Sri Langka, Afrika dan lain-lain. Dalam berdakwah, Habib Salim lebih memperhatikan ta'lim (mengajar) terhadap murid-muridnya ketimbang menulis kitab, hal ini dilakukan semata-mata karena mengikuti manhaj ayahandanya, Syaikhul Islam Habib Abdullah bin Umar Asy-Syatiri.

Alkisah, Habib Abdullah sempat menyibukkan diri dalam dunia kepenulisan, hal itu menyebabkan dirinya lebih fokus terhadap karyanya daripada menyampaikan ilmu. Tak lama, berita itu sampai kepada gurunya, Habib Ahmad bin Hasan Al-Atthas. Sontak, sang guru melarangnya untuk menulis seraya mengatakan,

“ألِّفْ رِجَالًا علماء يؤلفون الكتب”

 “Bentuklah generasi ulama yang akan menyusun kitab-kitab”

Habib Abdullah pun menaati amanat sang guru, dan beberapa tahun kemudian ungkapan gurunya terbukti, murid-murid yang pernah menimba ilmu kepadanya telah mampu menghasilkan ratusan karya (Turats Islamiy) yang mengandung berjuta manfaat untuk umat sampai hari ini.

Habib Salim wafat pada tanggal 17 Februari 2018 silam,wafat dalam usia 80 tahun, disemayamkan dipemakaman Ma’ala, Mekkah, Saudi Arabia. Kabar wafat beliau tersebar ke seluruh penjuru dunia, tak heran jika banyak para ulama dan cendikiawan Islam turut berduka cita atas wafatnya sang faqih sekaligus da'i tersebut. Biografi beliau ini ditulis oleh kedua muridnya, yaitu Sayyid Musthafa bin Hamid bin Hasan bin Smith dan Sayyid Ali bin Shalih bin Ali Bafadhal. Wallahu A’lam bis Showab.

Referensi:
1. Al-Fawaid Asy-Syatiriyyah min An-Nafahat Al-Haramiah, karya Habib Salim bin Abdullah Asy-Syatiri.


===============

Terus dukung dan ikuti perkembangan kami lewat akun media sosial PPI Yaman di;
Instagram: @ppiyaman
Facebook: PPI YAMAN
Youtube: PPI Yaman
Website: ppiyaman.org