Oleh Naufal Al Taufikulloh

Dalam khazanah Fiqh Islam, kita mengenal istilah yang sering kita dengar, yaitu mazhab. Mazhab adalah tuntunan dalam menjalankan syariat Islam sesuai dengan pemahaman para cendikiawan yang memiliki pemahaman yang memadai tentang teks Bahasa Arab. Al-Syaikh Ramadlan Al-Buthi dalam kitab berjudul Alla Mazhabiyyah Akhtharu Bid'atin Tuhaddid Al-Syari'ah al-Islamiyyah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan bermazhab (al-tamadzhub) adalah: 

أن يقلد العامي أو من لم يبلغ رتبة الإجتهاد مذهب إمام مجتهد سواء التزم واحد بعينه أو عاش يتحول من واحد على آخر 

"Bertaklidnya orang awam atau orang yang belum mencapai tingkat berijtihad kepada mazhab imam mujtahid, baik ia terikat pada satu mazhab tertentu atau ia hidup berpindah dari satu mazhab ke mazhab yang lainnya.” 

Kita sudah cukup sering mendengar empat madzhab, yaitu Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i, dan mazhab Hambali. Tapi, benarkah hanya ada empat mazhab?

Di abad kedua terdapat banyak cendekiawan muslim yang menjadi rujukan para umat Islam dalam menjalankan syariat Islam. Merekalah yang memiliki pemahaman mendalam mengenai kaidah-kaidah dalam pengambilan hukum dari Al-Qur’an dan Hadis, atau dalam istilah fiqh disebut dengan ijtihad. Di antara mereka adalah Ibn Syubrumah, Utsman al Batty, Nu’man bin Tsabit, Malik bin Anas, Muhammd bin Idris, Ahmad bin Hanbal, ‘Auza’i, Al-Laits bin Sa’ad, Ibn ‘Uyainah, Sufyan At-Tsauri, Ibn Rohaweh, Daud Ad-Dzohiri, Ibn Jarir At-Thabariy, dan masih banyak lagi. Dari merekalah lahir mazhab atau jalan dalam menjalankan syariat Islam dan perintah beragama. 

Mazhab-mazhab selain empat mazhab yang telah disebutkan di atas punah dan tidak ada penerusnya bukan karena lemahnya keilmuan dari imamnya, tapi disebabkan oleh beberapa faktor. Dr. Ahmad Ali Thoha Royyan dalam kitab Tarikh at Tasyri menjelaskan bahwa di antara faktor punahnya mazhab-mazhab lain adalah tidak adanya murid yang mengodifikasi dan menyebarkan metode sang imam, serta tidak adanya dukungan politik yang mendukung penyebaran pemikiran dan metode sang imam. Sementara imam yang empat memiliki murid yang loyal dalam mempertahankan dan menyebarkan ajaran imam mazhabnya, kodifikasi ilmiah yang mapan, serta adanya dukungan politik yang menopang tersebarnya pemikiran mereka. Sebagai contoh, Imam Syafi’i memiliki karya tentang kajiah fikih yang berjudul Al-Umm. Kitab ini disebarluaskan, dikaji, dan diringkas oleh para muridnya, di antaranya adalah Imam Al Muzani. Dari segi politik misalnya, Al-Mahdi berusaha mendekati Sufyan At-Tsauri agar bersedia menolongnya dalam urusan-urusan agama, Ar-Rasyid memperlakukan Abu Yusuf dengan istimewa, dan Al-Ma’mun seringkali menggelar diskusi dan perdebatan ilmiah untuk para ulama.

Jadi, mazhab empat yang kita kenal adalah sebagian dari banyaknya ajaran para mujtahid terdahulu. Keempat pendiri mazhab tersebut adalah para mujtahid yang memiliki kaidah-kaidah dalam penetapan hukum dan otoritas keilmuan mereka telah disepakati oleh mayoritas ulama. Merekalah yang diberikan wewenang oleh Allah dan Rasul-Nya untuk menjelaskan syariat Islam kepada kita semua. “Itulah karunia Allah yang diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki.” (QS. Al-Hadid 57:21). Ulama adalah pewaris para nabi yang wajib kita ikuti dan kita hormati. 


===============